Sabtu, 27 November 2010

Gaharu Indonesia



Tahun Gaharu Indonesia, 2009

Gaharu, jenis tanaman ini sangat akrab di wilayah tropis seperti Indonesia ini. Siapa yang tidak kenal gaharu. Masyarakat Indonesia yang tumbuh dengan pengaruh asia terutama India, China dan Melayu sangat akrab dengan gaharu mulai awal era klasik Nusantara. Kebudayaan Hindu, Bhuda, Konghucu memanfaatkan kayu gaharu untuk: Keperluan ritual keagamaan (dupa, hiyo; Hindu Budha, Konghucu), Pengharum badan , Pengharum ruangan, Bahan kosmetik, Obat-obatan sederhana.

Kayu gaharu dulu didapatkan di hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis Nusantara memberikan secara alamiah proses terbentuknya kayu gaharu di wilayah sesuai dengan syarat tumbuhnya: Sesuai dengan kondisi habitat alami; Dataran rendah, Berbukit (< 750 mdpl).

Jenis Aquilaria tumbuh baik di jenis tanah Podsolik merah kuning, tanah lempung berpasir, dengan drainage sedang sampai baik, iklim A-B, kelembaban 80%, suhu 22-28 derajat Celsius, Curah hujan 2000-4000 mm/th. Tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang 50 cm, pasir kwarsa, tanah dengan pH < 4.

Jaman dulu gaharu diperoleh dari alam langsung untuk kepentingan sendiri. Tetapi dalam perkembangannya kayu gaharu menjadi komoditas yang langka karena diexploitasi besar-besaran dan mulai diperdagangkan ke berbagai penjuru dunia (China, Arab, India dan Eropa dll). Saat ini menjadi suatu kesulitan untuk mendapatkan kayu gaharu dalam jumlah besar, karena hutan-hutan sudah dilindungi dan dikonservasi. Meskipun demikian di pasar selalu beredar komoditas tersebut yang diambil dari hutan-hutan. Kecuali daerah-daerah yang memenag sudah melakukan pembudidayaan gaharu.

Saat ini Pusat Penelitian geografi Terapan (PPGT-FMIPA) Universitas Indonesia (UI) sudah meluncurkan hasil penelitiannya terkait dengan rekayasa produksi kayu gaharu. Kayu gaharu yang tadinya hanya didapatkan dari alam langsung sekarang sudah dapat dbudidayakan dengan lebih seksama seperti tanaman perkebunan lain (teh, kopi, coklat, karet dll).

Gaharu rekayasa memberikan peluang perencanaan budidaya yang lebih akuntable, dari mulai penyemaian, pembibitan, penanaman, penyiapan lahan, pemupukan, perawatan, pengobatan, rekayasa in-okulasi (pemasukan enzim pembentuk jamur gaharu yang harum dan khas wangi baunya. Dari mulai penanaman hingga dapat dilakukan inokulasi ketika pohon gaharu berumur 4-5 tahun. Dan setelah 1-2 tahun kemudian dapat di panen.

Kebutuhan gaharu dunia sangat besar quota Indonesia 300 ton/tahun baru dapat dipenuhi 10 % inipun berasal dari gaharu alam. Temuan rekayasa produksi kayu gaharu memberi peluang yang sangat besar bagi perkebunan di Indonesia. Dan keuntungan lainnya gaharu dapat disisipkan di sela-sela perkebunan karet, ataupun dapat juga perkebunan gaharu dengan sistem tumpang sari yang mana pohon gaharu sebagai tanaman induk (tanaman keras tahunan) dan pada lahan yang sama di tanam tanaman musiman yang disarankan jenis tanaman dengan buah di atas (bukan umbi-umbian).

Jika pada tahun 2009 pemerintah bersama masyarakat perkebunan dan pertanian secara serentak melakukan penanaman dan tahun 2014 dilakukan penyuntikan (inokulasi) maka 2015/16 Indonesia menjadi produsen kayu gaharu terbesar di dunia.
Mari bersama sama mensukseskan 2009 sebagai tahun Gaharu Indonesia. Dan saat ini pihak UI sudah mempersiapkan bibit gaharu sebanyak-banyaknya. Kami bekerjasama dengan UI sudah memulai penanaman bibit gaharu, baik di Jawa Barat(sawangan Depok), Yogyakarta (kulon Progo), maupun Jawa Timur (Malang).
(ganif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar